Memasak, antara refreshing dan pengabdian
Tergelitik dengan status seorang sahabat di status facebooknya beberapa waktu yang silam. Saat itu dia menulis tentang pentingnya seorang istri melayani suami, dalam hal makanan dan minuman. Sebisa mungkin, makanan dan minuman yang disajikan adalah hasil karyanya. Hal ini bukan membuat istri menjadi inferior, akan tetapi menjadi ajang melekatkan diri antara suami istri, juga keluarga kecil mereka. Sahabatku juga mencontohkan, bahwa prinspinya menjadi cemoohan temannya yang lain, dan dianggap kuno. Hari gini ka nada asisten, ada warung, kita bisa tinggal suruh, atau bahkan tinggal beli. Status ini menarik, bahkan untuk sekedar saling berkomentar. Juga ketika seorang teman bercerita, "aku tidak suka memasak, dan terlalu sibuk untuk sekedar memasak. Semua yang menyajikan adalah asisten di rumah, bahkan hingga minuman yang dia minta." Jujur saya terkaget mendengarnya, tetapi apa hak saya untuk menilainya. Hanya saja, saya kemudian berpiki...